Saturday, 19 June 2010 02:26
Jakarta, 18/6 (Antara/FINROLL News) - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perdagangan, PT Sarinah (Persero), berencana membeli kakao dari petani untuk memasok kebutuhan bahan baku industri pengolahan kakao.

Berkenaan dengan hal itu Direktur Utama PT Sarinah (Persero) Jimmy M. Rivai Gani menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) mengenai peningkatan kinerja perdagangan dan industri kakao dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Bumi Tangerang Mesindotama di Jakarta, Jumat.

Pada acara penandatanganan MoU yang disaksikan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi dan Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar itu Jimmy menjelaskan dalam hal ini pada tahap awal Sarinah akan membeli kakao dari petani untuk memasok kebutuhan bahan baku bagi PT Bumi Tangerang Mesindotama dengan dukungan pembiayaan dari LPEI.

"Pada tanggal 11 Mei lalu kami sudah menandatangani MoU dengan lembaga ekonomi yang mewakili petani kakao di lima desa di Sulawesi Tengah. Mereka sanggup memasok 500 ton kakao dalam satu tahun, nilainya lebih dari Rp210 miliar," kata Jimmy.

Menurut dia, Sarinah berencana memulai usaha perdagangan kakaonya dengan memasok 400 ton kakao per bulan untuk PT Bumi Tangerang Mesindotama (BT Cocoa).

"Itu masih jauh dari total kebutuhan bahan baku PT Bumi Tangerang yang mencapai 40 ribu ton per tahun," katanya.

Dia menambahkan pekan depan Sarinah mulai melakukan pembelian kakao dari petani. "Kamis depan kami mulai belanja. Di sana sudah siap 40 ton kakao yang akan kami beli," katanya.

Wakil Menteri Perdagangan dan Wakil Menteri Pertanian berharap pelaku usaha dan industri menyusul Sarinah untuk menggarap sektor perdagangan dan industri pengolahan kokoa yang sampai sekarang masih terbuka, terutama yang berhubungan dengan peningkatan nilai tambah kakao.

"Potensi kita besar. Kita harus menyiapkan diri menjadi produsen besar sekaligus `market leader`. Untuk itu harus ada efisiensi, peningkatan mutu, dan usaha diversifikasi produk kakao. Kalau bisa kita menjadi supermarket produk intermediet kakao," kata Bayu.

Dikatakan, Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. (T.M035/


Lantaran kontribusi bisnis minuman keras mulai melorot, PT Sarinah mulai merealisasikan niat berekspansi ke bisnis lain. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berusia 47 tahun ini kini tengah serius membidik bisnis cokelat (kakao olahan). Bahkan, Sarinah sudah menyiapkan Rp 60 miliar untuk itu membangun pabrik coklat.

Direktur Utama PT Sarinah Jimmy Gani mengatakan, potensi industri coklat olahan masih terbuka lebar. "Ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk membatasi ekspor biji kakao dan menggenjot ekspor kakao yang telah memiliki nilai tambah," ujarnya.

Jimmy menyebutkan, awal Mei lalu Sarinah telah menandatangni nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah petani di lima desa di Sulawesi Tenggara untuk mendapatkan pasokan biji kakao. "Mereka sanggup menyediakan pasokan hingga 5.000 ton per tahun," kata Jimmy.

Jimmy menghitung dengan harga bijih kakao yang kini berkisar Rp 24.000 per kilogram, maka nilainya setahun mencapai Rp 120 miliar.

Direktur Keuangan dan Administrasi PT Sarinah, Anang Sundana, menambahkan, di tengah naiknya bea keluar ekspor biji kakao yang kini 10%, Sarinah kini tengah menyiapkan infrastruktur pengolahan bijih kakao di Sulawesi Tenggara. "Soalnya, selain bea keluarnya tinggi, margin ekspor bijih kakao juga sangat tipis," kata Anang. Margin ekspor bijih kakao maksimal 5%. Sementara, jika diolah, minimal menjadi fermentasi cokelat, marginnya bisa 20%.

Menurut Anang, Sarinah menyiapkan Rp 60 miliar untuk pengembangan bisnis barunya itu. Perinciannya, Rp 10 miliar untuk membangun pabrik skala produksi kecil hingga menengah. Adapun Rp 50 miliar untuk pabrik dengan proyeksi pengolahan menjadi kakao butter atau kosmetik.

Anang mengatakan, nantinya coklat olahan Sarinah untuk ekspor. "Pasarnya ke Asia dan Eropa masih terbuka lebar, tapi strategis produksinya yang harus hati-hati," cetusnya. "Soalnya, jika tidak efisien, ongkos produksinya bisa memangkas margin."

Anang menyebutkan, kontribusi dari sektor perdagangan ekspor sedikitnya bisa menyumbang laba Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar dari proyeksi laba tahun ini, yang dipatok sebesar Rp 25 miliar.

Tahun ini, Sarinah memperkirakan total pendapatannya Rp 500 miliar, naik 20% dari tahun lalu Rp 417 miliar. Target laba bersih tahun ini Rp 25 miliar, naik 212% dari 2009 sebesar Rp 8 miliar.


REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--PT Sarinah bekerja sama dengan Indonesia Eximbank dan PT Bumi Tangerang Mesindotama, melakukan pembelian kakao dari petani dan akan menjualnya ke industri. "Lima lembaga ekonomi pemberdayaan masyarakat (petani kakao) di Sulawesi Tengah sudah sanggup menyuplai 5.000 ton per tahun senilai Rp 120 miliar," kata Direktur Utama PT Sarinah, Jimmy Gani, Jumat (18/6).

Jimmy mengatakan, Sarinah akan membina petani kakao dan menjual hasilnya ke PT Bumi Tangerang Mesindotama dan yang lain. "Bumi Tangerang membutuhkan 40 ribu ton kakao per tahunnya," jelasnya.

Indonesia Eximbank berperan dalam pembiayaan dengan memberi modal kerja. Kepala Divisi Jasa Konsultasi Indonesia Eximbank, Djoko Djamhoer, mengatakan, pemberian modal kerja itu agar Sarinah memiliki modal untuk menyerap kakao itu.

Skim pembiayaan yang akan diberikan adalah pemberian pinjaman 80 persen dari modal kerja. "Sedangkan sebanyak 20 persen biaya dari perusahaan sendiri," katanya.

Biasanya, kata Djoko, untuk modal kerja seperti ini disediakan pembiayaan sebesar Rp 10-20 miliar. Selain itu, kata Djoko, pihaknya juga akan memberikan pembiayaan untuk industri kakao. Industi kakao membutuhkan Rp 150 miliar. "Biasanya kami memberikan pembiayaan dengan plafon Rp 100 miliar," ucapnya.

 
Pagimana Blog